Tidak terasa kiranya kita sudah berada di 
penghujung bulan Ramadhan. Rasulullah saw. sangat mengagungkan 10 hari 
akhir Ramadhan ini, beliau bersungguh-sungguh luar biasa, tidak seperti 
biasanya. Beliau melakukan hal itu padahal beliau sudah mendapat jaminan
 pengampunan dari Allah swt., semua kesalahan yang terdahulu maupun yang
 akan datang.
Bagaimana dengan kita? yang penuh dengan kesalahan dan kealpaan. Tentu, 
kita lebih membutuhkan pengampunan Allah swt., oleh karena itu, kita 
lebih butuh untuk mencontoh Rasulullah saw, dalam mengagungkan 10 hari 
akhir Ramadhan ini, kita bersungguh-sungguh mengisinya, semoga Allah 
swt. memberikan rahmat-Nya kepada kita, mengampuni dosa kita dan 
menjauhkan kita dari api neraka. Amin
20 hari pertama Ramadhan adalah kesempatan menghimpun keta'atan dan 
pensucian jiwa dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban dan fadhoilul 
a'mal. 10 hari akhir Ramadhan adalah kesempatan berlipat bagi yang 
merasa kehilangan keutamaan 20 hari pertama Ramadhan sebelumnya. Allah 
menjadikan 10 hari akhir Ramadhan ini bak minyak kesturi perpisahan, 
lebih khusus lagi dengan hadiah lailatul qadar. Malam yang lebih baik 
dari 1000 bulan  (83 tahun 4 bulan) dalam sejarah manusia.
Melakukan I'tikaf
Ramadhan tidak lama lagi segera berpamit. Untuk lebih khusyuk beribadah 
dan lebih banyak berdoa, kita harus mendekat. Rasulullah saw mengajari 
kita bagaimana mengakhiri Ramadhan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Di antara sunnah Rasulullah saw yang selalu dilakukan pada paruh 
terakhir bulan Ramadhan adalah i'tikaf. Secara bahasa i'tikaf berarti 
menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada padanya.,
 baik berupa kebaikan maupun keburukan. Allah berfirman, (yang artinya):
"Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, setelah mereka
 sampai kepada suatu kaum yang beri'tikaf (menyembah) berhala 
mereka,..." (QS al-A'raf : 138).
Sedangkan secara syar'i, i'tikaf berarti menetapnya seorang Muslim dalam
 masjid untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Para ulama 
sepakat, hukum i'tikaf adalah sunnah. 
I'tikaf hukumnya sunnah kecuali jika seseorang bernadzar untuk 
melakukannya. Maka jadinya wajib. Hal ini dijelaskan dalam hadits Umar 
bin Khaththab yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Disebutkan, 
Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan i'tikaf sejak tinggal di 
Madinah hingga akhir hayat beliau saw.
I'tikaf disunnahkan kapan saja. Namun, yang paling utama adalah i'tikaf 
di bulan suci Ramadhan, khususnya sepuluh hari terakhir. Inilah waktu 
i'tikaf yang terbaik sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits, 
"Bahwasanya Nabi saw selalu beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan 
Ramadhan sampai Allah mewafatkannya. Kemudian para istri beliau 
beri'tikaf sepeninggal beliau," (HR Bukhari dan Muslim).
Disunnahkan bagi mereka yang beri'tikaf supaya memanfaatkan waktu 
sebaikbaiknya untuk berdzikir, membaca alQur'an, mengerjakan shalat 
sunnah, serta memperbanyak tafakur tentang keadaannya yang telah lalu, 
hari ini dan masa mendatang. Juga memperbanyak merenungkan hakikat hidup
 di dunia ini dan kehidupan akhirat kelak.
Orang yang beri'tikaf dianjurkan juga untuk menghindari hal-hal yang 
tidak bermanfaat seperti banyak bercanda, mengobrol yang tidak berguna 
sehingga mengganggu konsentrasi i'tikafnya. Karena i'tikaf bertujuan 
untuk mendapatkan keutamaan bukan malah menyibukkan diri dengan hal-hal 
yang tidak disunnahkan.
Ada sebagian yang beri'tikaf, namun meninggalkan tugas dan kewajibannya.
 Hal ini tidak dapat dibenarkan karena sungguh tidak pantas seseorang 
meninggalkan kewajiban untuk sesuatu yang sunnah. 
Orang yang beri'tikaf dibolehkan meninggalkan tempat i'tikafnya jika 
memang ada hal-hal yang sangat mendesak. Di antaranya, buang hajat yaitu
 keluar ke WC untuk buang air, mandi, keluar untuk makan dan minum jika 
tidak ada yang mengantarkan makanan, dan pergi untuk berobat jika sakit.
I'tikaf memiliki hikmah yang sangat besar yakni menghidupkan sunnah 
Rasul saw dan menghidupkan hati dengan selalu melaksanakan ketaatan dan 
ibadah kepada Allah. Manfaat lain i'tikaf adalah untuk merenungi masa 
lalu dan memikirkan hal-hal yang akan dilakukan di hari esok. I'tikaf 
juga mendatangkan ketenangan, ketentraman dan cahaya yang menerangi hati
 yang penuh dosa.
I'tikaf mendatangkan berbagai macam kebaikan dari Allah. Amalan-amalan 
kita akan diangkat dengan rahmat dan kasih sayangNya. I'tikaf merupakan 
sarana kita mendekatkan diri pada Allah dengan merangkai sehimpun 
ibadah. Jangan sampai ketika Ramadhan berpamit kita justru sedang asyik 
dengan segala aktivitas dunia yang melalaikan dan melupakan.
Bagaimana Setelah Ramadhan
Ramadhan sebentar lagi pergi meninggalkan kita..Bulan yang penuh dengan 
berbagai macam kebaikan..Semoga Allah menerima amal kebaikan kita dan 
menjadikan kita istiqamah sampai berjumpa denganNya, amien..Entah, kita 
bisa bertemu lagi dengan Ramadhan tahun depan atau tidak?..Wallahu Alam.
Namun, walaupun Ramadhan telah pergi akan tetapi amal seorang mukmin 
tidak terputus begitu saja sehingga datang padanya kematian. Allah 
Ta'ala berfirman: Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang 
diyakini (ajal). (QS. Al-Hijr: 99).
Apabila puasa Ramadhan telah meninggalkan kita maka ibadah puasa yang 
lain tetap disyariatkan sepanjang tahun: Abu Said Al-Khudri RA 
meriwayatkan, bahwsanya Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa puasa 
Ramadhan kemudian mengikutinya dengan (puasa) enam hari pada bulan 
Syawal, maka hal itu laksana puasa setahun. (HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah RA berkata: Kekasihku SAW mewasiatkan kepadaku dengan 
tiga perkara: Puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha dua rakaat dan 
supaya aku shalat witir sebelum tidur. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Qatadah RA berkata, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa
 Arafah, lalu beliau SAW menjawab: Menghapus dosa tahun lalu dan tahun 
mendatang. (HR. Muslim).
Dari Abu Qatadah RA , bahwasanya Rasulullah SAW ditanya tentang puasa 
pada hari Asyura, lalu beliau SAW menjawab: Menghapus dosa tahun lalu. 
(HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah RA , dari Rasulullah SAW bersabda: Amalan-amalan 
dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka 
apabila dihadapkan amalanku ketika aku sedang puasa. (HR. At-Tirmidzi 
dengan sanad shahih).
Apabila Qiyam Ramadhan (Tarawih) telah meninggalkan kita maka ibadah Qiyamullail (shalat malam) tetap disyariatkan setiap malam.
Dari Aisyah RA berkata: Bahwasanya Rasulullah SAW shalat malam sampai 
bengkak kakinya. Lalu akupun bertanya kepada beliau: Mengapa engkau 
lakukan ini -wahai Rasulullah- padahal telah diampuni dosamu yang lalu 
dan yang akan datang  Beliau menjawab: “Apakah tidak sepatutnya aku 
menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur!”  (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah RA , bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Shalat yang 
paling afdhal setelah shalat fardhu adalah shalat malam. (HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Rabb kita 
tabaraka wa taala- turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa 
sepertiga malam terakhir. Dia (Allah) berfirman: Siapa yang berdoa 
kepadaKu, Aku kabulkan doanya Siapa yang meminta kep`daKu, Aku beri 
permintaannya Siapa yang memohon ampunan kepadaKu, pasti Aku ampuni dia 
(HR. Bukhari dan Muslim).
Masih banyak amal-amal kebaikan lainnya yang bisa kita kerjakan 
sepanjang tahun.. Allah yang kita sembah pada bulan Ramadhan adalah juga
 Allah yang kita sembah pada bulan Syawal dan bulan-bulan 
lainnya..Hendaklah kita kembali bersemangat untuk mengerjakan 
ketaatan-ketaatan dan menjauhi dosa-dosa dan keburukan-keburukan agar 
kita mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan di 
akhirat..Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita dan menjadikan 
kita semua istiqamah sampai berjumpa denganNya.
Menyambut Idul Fitri
Hari Raya 'Idul Fitri yang pasti jatuh pada tanggal 1 Syawal merupakan 
hari yang sangat istimewa. Seluruh kaum muslimin di berbagai belahan 
bumi bersuka cita merayakannya sebagai Hari Raya 'Idul Fitri. 
Bergembira, karena hari raya itu merupakan rahmat Allah yang diberikan 
kepada umat Nabi Muhammad SAW. Disebut 'Id, k`rena pada hari itu Allah 
memberikan berbagai macam kebaikan kepada hamba-Nya. Di antara kebaikan 
itu adalah berbuka setelah adanya larangan makan dan minum selama bulan 
suci Ramadhan, dan kebaikan berupa diperintahkannya mengeluarkan zakat 
fitrah.
Lantas apa yang perlu disiapkan si hamb` untuk menyambut hari mulia 
tersebut? Ada beberapa hal yang disunnahkan dilakukan, yang pahalanya 
sangat besar.Yaitu, banyak bertakbir dan berdoa pada malam harinya, 
karena doa di malam 'Idul Fitri termasuk doa yang tidak akan ditolak 
Allah SWT.
Kita juga dianjurkan untuk menghidupkan malam 'Id itu dengan beribadah, 
shalat Tahajjud, membaca Al Quran, dan ibadah-ibadah lainnya.
Ada satu hadits yang artinya, "Barang siapa menghidupkan malam-malam 
'Idul Fitri dan 'Idul Adha (yakni dengan beribadah, shalat Tahajjud, 
membaca Al-Quran, dan bertakbir atau ibadah lainnya) maka tidak akan 
mati hatinya di saat hati yang lain mati." (HR. Ibnu Majah dan Ath 
Thabarani)
Para ulama hadits mempunyai penafsiran yang banyak mengenai kalimat "di 
saat hati yang lain mati". Ada yang mengatakan, hari itu adalah hari 
sakaratul maut. Jadi saat sakratul maut banyak orang yang hatinya mati, 
sehingga mereka tidak keluar dengan membawa iman. Nah, orang-orang yang 
suka menghidupkan malam 'Idul Fitri, insya Allah matinya dalam keadaan 
hati mereka tetap hidup untuk mengingat Allah SWT.
Ada juga yang mengatakan, di saat hati yang lain mati itu adalah hari 
akhirat, saat Allah menyiksa hati hamba-hambaNya. Maka hati yang 
menghidupkan malam `Idul Fitri akan senantiasa hidup.
Jadi sebaiknya, pada malam 'Id itu, kita banyak bertakbir, berdoa, dan 
menghidupkan malamnya dengan ibadah lainnya, seperti shalat Tahajjud dan
 berdzikir. Lalu, pada pagi harinya, kita disunnahkan mandi seperti 
mandi wajib, membasuh seluruh anggota badan, dari ujung rambut sampai 
ujung kaki. Dan disunnahkan untuk perempuan, memandikan anak-anaknya 
yang belum baligh.
Kemudian memakai wangi-wangian dan disunnahkan pula memakai pakaian 
baru. Mungkin inilah yang akhirnya, karena ada kesunnahan memakai baju 
baru di hari 'Id.
Enam Hal yang Perlu Diperhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada Hari Raya 'Idul Fitri. Yaitu, 
pertama, makan waktu pagi sebelum melaksanakan shalat 'Id, cukup 
beberapa biji kurma, sebagai wujud pelaksanaan sunnah Nabi Muhammad saw.
 Dalam sebuah hadits, sahabat Rasulullah SAW, Anas RA berkata, "Nabi SAW
 tidak keluar rumah pada Hari Raya `Idul Fitri hingga makan beberapa 
kurma." (HR Bukhari).
Kedua, membayar zakat fitrah, sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa 
dari perbuatan sia-sia dan keji. Di sisi lain, zakat fitrah merupakan 
hal yang dapat menggembirakan bagi kaum fakir serta menumbuhkan kasih 
sayang antara sesama orang Islam dan sebagai pembersih bagi jiwa serta 
menundukkan sifat kikir. Disebutkan dalam sebuah hadits, "Zakat fitrah 
untuk membersihkan orang yang berpuasa dari kata-kata keji atau 
perbuatan yang sia-sia serta untuk memberi makanan kepada orang-orang 
faqir dan miskin" (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Ketiga, mengenakan pakaian baru, berdandan, dan berhias sekadarnya, 
sebagai wujud memperlihatkan nikmat Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, 
"Sesungguhnya Allah SWT amat menyukai bila hamba-Nya memperlihatkan 
bekas pengaruh nikmat-Nya." (HR Turmudzi).
Keempat, mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang shalat 
'Id. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW, beliau mengambil
 jalan yang berbeda saat pulang dan perginya (HR Bukhari). Di antara 
hikmahnya adalah agar orang-orang yang lewat di jalan itu bisa 
memberikan salam kepada orang-orang yang tinggal di sekitar jalan yang 
dilalui tersebut, dan memperlihatkan syiar Islam.
Kelima, bertakbir. Nabi SAW biasa berangkat menunaikan shalat pada Hari 
Raya `Id, lalu beliau bertakbir sampai tiba di tempat pelaksanaan 
shalat, bahkan sampai shalat akan dilaksanakan (HR Baihaqi).
Keenam, shalat `Id. Hukum shalat `Id adalah sunnah muakkadah, sunnah 
yang sangat ditekankan. Rasulullah SAW senantiasa mengerjakan shalat 
'Id.
Nabi SAW menyuruh kaum muslimin untuk menghadirinya hingga para wanita 
yang haidh pun disuruh untuk datang ke tempat shalat, tetapi disyaratkan
 tidak mendekati tempat shalat. Selain itu Nabi juga menyuruh wanita 
yang tidak punya jilbab untuk dipinjami jilbab sehingga dia bisa 
mendatangi tempat shalat tersebut.
Waktu shalat 'Id adalah setelah terbitnya matahari setinggi tombak 
hingga tergelincirnya matahari (waktu dhuhur). Disunnahkan untuk 
mengakhirkan shalat 'Id, agar kaum muslimin memperoleh kesempatan untuk 
menunaikan zakat fitrah.
Seusai shalat 'Id, hendaknya kita saling berkunjung, baik dengan 
berziarah maupun mengucapkan salam. Setelah itu baru kita bersilaturahim
 kepada orang tua kita, kerabat,  tetangga, dan kaum muslimin. Wallahu 
a’lam.
inilah postingan dari saya semoga bermanfaat.........amin........ 
Senin, 12 Agustus 2013
Renungan Akhir Ramadhan dan Menyambut Idul Fitri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)






 
0 komentar:
Posting Komentar